TEMPO Interaktif, Jakarta - Rencana mogok pilot Garuda pada 28 Juli 2011 benar-benar mengancam dunia penerbangan di Indonesia. Maklum, Garuda mengangkut 20 persen penumpang udara di Indonesia. Penyebab mogok pilot-pilot Garuda ini adalah perbedaan gaji yang membuat banyak orang terbelalak.
Deputi Teknik Asosiasi Pilot Garuda Isays U. Sampesulse pernah mengungkapkan bahwa kapten pilot asing yang bekerja pada tahun pertama mendapat gaji US$ 9.000 atau sekitar Rp 77 juta per bulan. Gaji itu masih ditambah biaya akomodasi US$ 1.200 atau sekitar Rp 10,3 juta. Adapun first officer asing menerima biaya akomodasi US$ 7.200 atau sekitar Rp 64,8 juta.
Adapun kapten pilot lokal, yang sama-sama bekerja pada tahun pertama, mendapat gaji total Rp 43 juta. "Gaji pilot asing itu setara dengan pilot lokal yang sudah punya masa kerja 20 tahun," kata Isays.
Diskriminasi upah ini terjadi karena Garuda menggunakan standar internasional ketika mengontrak pilot asing. Sementara untuk pilot lokal, tidak digunakan standar itu
Namun, Direktur Operasional Garuda Indonesia Ari Sapari memaparkan bahwa status pilot asing yang bersifat kontrak membuat fasilitas maupun gaji yang diterima berbeda dengan pilot lokal sebagai karyawan tetap. Lagipula, kata dia, Garuda sudah menaikkan gaji pilot dua kali sejak 2003.
"Kami, para pilot Garuda Indonesia, memohon maaf sebesar-besarnya kepada bangsa Indonesia, khususnya pengguna jasa maskapai ini yang terganggu kenyamanannya akibat aktivitas mogok beserta dampaknya yang akan kami lakukan," kata Presiden Asosiasi Pilot Garuda, Kapten Stephanus Gerardus Rahadi, beberapa waktu lalu.,
Keputusan tersebut diambil karena para pilot tidak lagi percaya dengan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Stephanus meminta manajemen mengubah kondisi itu. Kebijakan itu dinilai merugikan penerbangan di mata internasional.
[source]
No comments:
Post a Comment